Saya, Hazqel, dan Hirzy bergegas masuk ke mushala sayyidat (tempat
shalat khusus perempuan). Kesan saya ketika memasuki mushalla perempuan yang juga masih salah satu bagian dari
masjid ‘Amru bin ‘Ash adalah terawat, luas, dan indah. Kami pun memilih tempat yang masih
kosong. Alhamdulillah Hazqel
dan Hirzy anteng mendengarkan khutbah hingga shalat jum’at selesai ditunaikan.
Setelah shalat, kami pun memasuki shan
(pelataran dalam masjid). Ternyata, selain jama’ah shalat jum’at, masjid ini
pun dipenuhi wisatawan asing. Tak jarang, para agen travel memang memasukkan
masjid ‘Amru bin Ash sebagai destinasi lawatan para turis. Kami bertemu
beberapa wisatawan dari China dan Turki, selain tentunya wisatawan lokal Mesir.
Bahkan wisatawan China memberikan makanan kecil untuk dua pangeran kecil kami,
Hazqel dan Hirzy.
Wisatawan China |
Wisatawan Turki |
Jika melihat bangunan masjid yang namanya
disematkan kepada salah satu sahabat Nabi Saw. ‘Amru bin Ash, maka masjid ini
memiliki kilas balik sejarah yang teramat penting bagi penyebaran agama islam
saat itu. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab ra. ‘Amru bin Ash diutus untuk
Ekspansi ke Mesir. Setelah Berhasil memasuki Mesir tepatnya Iskandariyah, ‘Amru
bin Ash ingin mendirikan ibu kota Mesir. Umar bin Khattab ra. sebagai khalifah
saat itu, memerintahkan jika ingin mendirikan ibu kota usahakan agar letaknya
jauh dari sungai dan laut, hingga terpilihlah salah satu daerah dekat Jabal
Mukattam, tempat dimana Amru bin Ash bersama pasukan kaum muslimin mendirikan
tendanya, dan kemudian tempat ini dinamakan Fushtat. Jadilah Fushtat sebagai
pusat kota saat itu.
Setelah memilih ibu kota sebagai pusat
pemerintahannya, ‘Amru bin Ash lantas membangun masjid di tengah kota Fushtat
pada tahun 624 M/21 H. Pada awal pembangunannya, masjid ini sangat sederhana; dibangun dengan luas 50x30 hasta,
memiliki enam pintu, pelatarannya tanpa
atap, tiang-tiang dalam masjid terbuat dari pelepah kurma, atap masjidnya dari daun
pohon kurma. Luas masjid dengan keadaan seperti itu berlangsung hingga tahun
672 M/53 H. Sampai akhirnya pada masa Maslamah bin Makhlad Al-Anshori –Gubernur
Mesir pada Masa Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan- masjid ‘Amru bin Ash
diperluas dan direnovasi. Setelah masa tersebut, pada setiap tangan pemegang
kekuasaan Mesir, masjid ‘Amru bin Ash terus mengalami perluasan dan perbaikan.
Selain Amru bin Ash, banyak sahabat Nabi
yang turut serta datang ke Mesir diantaranya;
Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash, Zubair bin ‘Awwam, Miqdad bin Aswad, ‘Ubadah
bin Shamit, Abdullah bin Umar bin Khattab dan Maslamah bin Makhlad. Dari para sahabat inilah penduduk Mesir mempelajari
agama Islam.
Dari sejak dibangun, selain digunakan
sebagai tempat ibadah, masjid ‘Amru bin Ash merupakan pusat halaqah keilmuan. Diantaranya
Kajian Fikih yang diajarkan oleh Abdullah bin ‘Amru bin Ash. Dengan suasana
belajar sang guru bersandar ke salah satu tiang masjid dan para murid duduk
melingkar mendengarkan pelajaran. Abdullah bin ‘Amru bin Ash bahkan merupakan
pendiri dari Madrasah Misr Ad-Diiniyyah, dari beliaulah para penduduk Mesir
banyak mendapatkan pelajaran agama Islam. Imam Syafii’, Laist bin Saad, Abu
Thahir As-Salafi dan Al-‘Iz bin Abdu Salam adalah sederetan nama yang mengisi
halaqah keilmuan dan menjadi khatib jum’at di Masjid ‘Amru bin Ash.
Shan; Pelataran dalam Masjid |
Mushalla Sayyidat; Tempat shalat khusus perempuan |
Peran Masjid ‘Amru bin Ash sebagai tempat
ibadah dan halaqah keilmuan hingga sekarang masih terus berlanjut. Khatib
Jum’at pada setiap minggu terjadwal rapi yang terdiri dari ulama-ulama besar
Al-azhar yang memiliki keluasan ilmu yang tinggi. Bahkan pada bulan ramadhan,
di Masjid ini dilaksakan shalat tarawih yang terkenal dengan sujudnya yang
khusu’, tilawah quran yang merdu, dan doa’nya yang syahdu. Puncaknya, saat
malam tanggal 27 Ramadhan shalat tarawih diimami oleh Syeikh Jibril yang mampu
“menghipnotis” para jam’ah yang hadir. Demi bisa menunaikan shalat tarawih pada
tanggal tersebut, jangan heran jika para jama’ah sudah berdatangan bahkan sejak
pagi hari agar mendapatkan tempat saat shalat nanti. Jika terlambat sedikit,
dipastikan tidak mendapatkan tempat shalat di dalam masjid. Jama’ah biasanya
berjubel hingga memenuhi jalan raya.
Masjid ini selain penamaannya dinisbatkan
kepada pendirinya, juga memiliki nama Masjid Al-Fath, Masjid Al-‘Atiq dan
Masjid Taj Al-Jawami’.
Shan; Pelataran dalam masjid |
0 komentar:
Posting Komentar