Rabu, 22 Februari 2017

Masjid ‘Amru bin Ash; Masjid Pertama di Benua Afrika


Kepala Ajudan beserta Hazqel dan Hirzy

Jum’at lalu, Alhamdulillah diberi kesempatan berkunjung sekalian shalat jum’at di Masjid Amru bin Ash, yang terletak di kota Fushtat, Kairo. Perjalanan dari tempat kami tinggal ke Masjid Amru ditempuh kurang lebih selama satu jam. Sebenarnya bisa lebih cepat sekitar 30-40 menit, selain jalanan kosong karena bertepatan dengan hari libur, juga ternyata rute perjalanan yang ditempuh sangat singkat. Hanya saja waktu itu Pak Sopir-nya agak santai mengendarai bis sambil mencari penumpang, jadi memakan waktu agak lama hingga kami sampai di tempat tujuan.
Tepat sebelum adzan shalat jum’at berkumandang, kami sudah sampai di depan pelataran masjid Amru bin Ash. Jama’ah berjubel berdatangan dari berbagai pelosok. Tidak hanya jama’ah laki-laki, jama’ah perempuan pun tak kalah banyak. Hal yang belum menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia, dimana perempuan ikut menunaikan shalat jum’at. Teringat saat pulang kampung beberapa tahun silam, dengan pedenya saya ikut shalat jum’at bersama suami di Masjid Pandawa Salatiga yang ternyata selain mushala khusus perempuannya sempit, saat itu hanya saya seorang diri yang menjadi makmum perempuan. Berbeda dengan di Mesir, shalat jum’at bagi perempuan adalah hal yang biasa dilakukan.  
Hirzy Alhasyir saat mendengarkan khutbah jum'at :)

Saya, Hazqel, dan Hirzy bergegas masuk ke  mushala sayyidat (tempat shalat khusus perempuan). Kesan saya ketika memasuki mushalla perempuan yang juga masih salah satu bagian dari masjid ‘Amru bin ‘Ash adalah terawat, luas, dan indah. Kami pun memilih tempat yang masih kosong. Alhamdulillah Hazqel dan Hirzy anteng mendengarkan khutbah hingga shalat jum’at selesai ditunaikan.
Setelah shalat, kami pun memasuki shan (pelataran dalam masjid). Ternyata, selain jama’ah shalat jum’at, masjid ini pun dipenuhi wisatawan asing. Tak jarang, para agen travel memang memasukkan masjid ‘Amru bin Ash sebagai destinasi lawatan para turis. Kami bertemu beberapa wisatawan dari China dan Turki, selain tentunya wisatawan lokal Mesir. Bahkan wisatawan China memberikan makanan kecil untuk dua pangeran kecil kami, Hazqel dan Hirzy.

Wisatawan China 

Wisatawan Turki

Jika melihat bangunan masjid yang namanya disematkan kepada salah satu sahabat Nabi Saw. ‘Amru bin Ash, maka masjid ini memiliki kilas balik sejarah yang teramat penting bagi penyebaran agama islam saat itu. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab ra. ‘Amru bin Ash diutus untuk Ekspansi ke Mesir. Setelah Berhasil memasuki Mesir tepatnya Iskandariyah, ‘Amru bin Ash ingin mendirikan ibu kota Mesir. Umar bin Khattab ra. sebagai khalifah saat itu, memerintahkan jika ingin mendirikan ibu kota usahakan agar letaknya jauh dari sungai dan laut, hingga terpilihlah salah satu daerah dekat Jabal Mukattam, tempat dimana Amru bin Ash bersama pasukan kaum muslimin mendirikan tendanya, dan kemudian tempat ini dinamakan Fushtat. Jadilah Fushtat sebagai pusat kota saat itu. 

Setelah memilih ibu kota sebagai pusat pemerintahannya, ‘Amru bin Ash lantas membangun masjid di tengah kota Fushtat pada tahun 624 M/21 H. Pada awal pembangunannya, masjid ini  sangat sederhana; dibangun dengan luas 50x30 hasta,  memiliki enam pintu, pelatarannya tanpa atap, tiang-tiang dalam masjid terbuat dari pelepah kurma, atap masjidnya dari daun pohon kurma. Luas masjid dengan keadaan seperti itu berlangsung hingga tahun 672 M/53 H. Sampai akhirnya pada masa Maslamah bin Makhlad Al-Anshori –Gubernur Mesir pada Masa Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan- masjid ‘Amru bin Ash diperluas dan direnovasi. Setelah masa tersebut, pada setiap tangan pemegang kekuasaan Mesir, masjid ‘Amru bin Ash terus mengalami perluasan dan perbaikan.  

Selain Amru bin Ash, banyak sahabat Nabi yang turut serta datang ke Mesir diantaranya;  Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash, Zubair bin ‘Awwam, Miqdad bin Aswad, ‘Ubadah bin Shamit, Abdullah bin Umar bin Khattab dan Maslamah bin Makhlad. Dari  para sahabat inilah penduduk Mesir mempelajari agama Islam.
Dari sejak dibangun, selain digunakan sebagai tempat ibadah, masjid ‘Amru bin Ash merupakan pusat halaqah keilmuan. Diantaranya Kajian Fikih yang diajarkan oleh Abdullah bin ‘Amru bin Ash. Dengan suasana belajar sang guru bersandar ke salah satu tiang masjid dan para murid duduk melingkar mendengarkan pelajaran. Abdullah bin ‘Amru bin Ash bahkan merupakan pendiri dari Madrasah Misr Ad-Diiniyyah, dari beliaulah para penduduk Mesir banyak mendapatkan pelajaran agama Islam. Imam Syafii’, Laist bin Saad, Abu Thahir As-Salafi dan Al-‘Iz bin Abdu Salam adalah sederetan nama yang mengisi halaqah keilmuan dan menjadi khatib jum’at di Masjid ‘Amru bin Ash.
Shan; Pelataran dalam Masjid

Mushalla Sayyidat; Tempat shalat khusus perempuan



Peran Masjid ‘Amru bin Ash sebagai tempat ibadah dan halaqah keilmuan hingga sekarang masih terus berlanjut. Khatib Jum’at pada setiap minggu terjadwal rapi yang terdiri dari ulama-ulama besar Al-azhar yang memiliki keluasan ilmu yang tinggi. Bahkan pada bulan ramadhan, di Masjid ini dilaksakan shalat tarawih yang terkenal dengan sujudnya yang khusu’, tilawah quran yang merdu, dan doa’nya yang syahdu. Puncaknya, saat malam tanggal 27 Ramadhan shalat tarawih diimami oleh Syeikh Jibril yang mampu “menghipnotis” para jam’ah yang hadir. Demi bisa menunaikan shalat tarawih pada tanggal tersebut, jangan heran jika para jama’ah sudah berdatangan bahkan sejak pagi hari agar mendapatkan tempat saat shalat nanti. Jika terlambat sedikit, dipastikan tidak mendapatkan tempat shalat di dalam masjid. Jama’ah biasanya berjubel hingga memenuhi jalan raya.
Masjid ini selain penamaannya dinisbatkan kepada pendirinya, juga memiliki nama Masjid Al-Fath, Masjid Al-‘Atiq dan Masjid Taj Al-Jawami’.
 
Pintu masuk Masjid 'Amru

Shan; Pelataran dalam masjid



Read More
Diberdayakan oleh Blogger.

Featured Post Via Labels